Jakarta (kembali) Banjir

Kemarin, 17 Januari Jakarta kembali dikepung banjir. Dari dini hari memang hujan turun deras sekali, sebenarnya saya ngerasainnya dari tanggal 15 Januari, karena di kawasan saya tinggal memang gerimis sampai hujan non stop di tanggal tersebut. Akumulasinya mungkin di tanggal 17, wallahualam..

Ada studi tentang siklus banjir 6 tahunan. Memang saya merasakan itu, yaitu di tahun 2007 dan 2013. Banjir bagi saya, paling terasanya ketika pergi dan pulang kantor. Karena Alhamdulillah sampai saat ini rumah saya belum (pernah) kebanjiran. Di kedua tahun tersebut saya bekerja di perusahaan yang sama-sama terletak di jalan protokol yang tak terlepas dari banjir. Waktu 2007 di jalan depan kantor saya banjir setinggi 1 meter, dan kemarin setinggi 50 centimeter.

17 Januari 2013 menjadikan Jakarta memiliki cakupan wilayah banjir terluas sepanjang masa. Ya, Jakarta lumpuh. Istana negara, Monas, M.H Thamrin, Bunderan HI yang merupakan kawasan Ring 1 laksana wahana kolam kolek. Apalagi bangunan atau pemukiman penduduk yang berada di sekitar sungai, pintu air.. ketinggian banjir bervariasi dari 1 meter sampai 5 meter. Allahu Akbar...

Sungguh ini bukan semata-mata bencana. Ini melebihi teguran yang dari jaman Indonesia dijajah Belanda sudah mengalaminya. Ya, sejarah mencatat pemerintahan kolonial sudah merasakan rumitnya menangani banjir di Batavia. Banjir besar pertama kali mereka rasakan pada abad ke - 17, yaitu tahun 1621. Detailnya bisa dibaca di buku “Batavia Kota Banjir” karya Alwi Shahab, terbitan Republika atau disini.

Singkatnya, pada jaman penjajahan Belanda, banjir besar terjadi di Jakarta pada tahun 1872, yang menyebabkan Sluisbur (Pintu Air) yang terletak di depan Masjid Istiqlal, jebol. Bahkan pernah Ciliwung meluap dan merendam pertokoan serta hotel di Jalan Gajah Mada, Hayam Wuruk dan sekitarnya. Banjir besar di jaman Belanda juga memusingkan para gubernur jenderal Belanda saat itu. Dari JP Coen sampai AWL Tjarda van Starkenborgh Stachoewer juga gagal mengatasi banjir di Batavia. 
Mengapa banjir selalu menghampiri Jakarta?
Menurut buku ini, Jakarta terletak di dataran rendah. Kota Batavia oleh pendirinya JP Coen didirikan di atas rawa-rawa. Dalam Prasasti Tugu di Jakarta Utara yang kini disimpan di Museum Sejarah Jakarta, pada zaman Kerajaan Tarumanegara sering dilanda banjir. Untuk itu, Raja Purnawarman yang memimpin kerajaan ini pernah menggali Kali Chandrabagha (Bekasi) dan Kali Gimati (Kali Mati di Tangerang), sepanjang 12 km untuk mengatasi banjir. Pada tahun 1895, pemerintah Hindia Belanda pernah merancang grand design untuk menanggulangi banjir di Batavia, karena sadar Batavia merupakan dataran rendah yang potensial dilanda banjir, karena daerahnya berawa-rawa dan banyak terdapat situ (danau kecil). Grand design itu mencakup pembangunan yang menyeluruh dari daerah hulu di kawasan Puncak hingga hilir di daerah estuaria di utara Jakarta. Menurut pengamat, banjir dari masa ke masa ini mengalami degradasi waktu siklus, dari mulai per 50 tahunan, sampai saat ini siklus banjir dari 3 sampai 6 tahunan.

Saya sangat prihatin dan berduka yang sedalam-dalamnya kepada seluruh korban banjir... dan sangat disayangkan disaat bencana datang, masih aja ada banyak orang yang memprovokasi kinerja Gubernur Jakarta saat ini. Padahal ini warisan jaman purba, dan toh mereka mengusahakan terus upaya perbaikan untuk rakyat, dan tentunya proses mengubah keadaan tidak bisa instan. Menurut saya, para provokator itu cenderung iri sekaligus adu-politik untuk kekuasaan. Disaat Presiden dan Gubernur meninjau lokasi banjir, menyusuri sungai Ci Liwung, justru banyak komentar sinis mengudara, menawan ketulusan dan niat, dari mulai cari dukungan kampanyelah, hanya formalitaslah, bla bla bla yada yadaa... 

Terlepas dari itu semua, apakah manusia bisa melihat niat manusia lain ? 
Menurut saya, kita hanya bisa melihat dan seringkali menilai dari apa yang tampak, bukan ? 
Yang pasti rakyat punya hak mendapat bantuan pemerintah, yang pasti manusia wajib saling tolong-menolong, dan menurut saya, niat itu hanya urusan manusia dengan Tuhannya masing-masing.
Dan saya yakin, Allah SWT tidak sedang iseng memberikan bencana ini. Pasti ada makna dibalik semua peristiwa. Air adalah salah satu makhlukNYA, diciptakan olehNYA, diperintahkan olehNYA.

Untuk saat ini, saya hanya bisa membantu korban banjir semampu saya, terutama mendoakan mereka. Dan semoga setiap manusia Indonesia khususnya, bisa (terus) bersabar dan mengambil hikmah dari bencana ini, menjadikan ladang introspeksi diri, menjadikan pecutan semangat untuk pengembangan diri ke arah yang lebih baik, dan mengambil nilai positif dari setiap peristiwa. Dan semoga upaya perbaikan pemerintah bisa segera terwujud. Aamiin.


Comments