behind the 9 mos


Ingin cerita sedikit tentang makna dibalik kehamilan ini buat saya... karna dampaknya lumayan besar untuk hidup saya kedepan, dan semoga sang anak kelak bisa tau keadaan emaknya ketika dia dalam kandungan.

Pertama adalah ketika saya nyadarin sepenuhnya “saya-akan-menjadi-seorang-Ibu-untuk-anak-yang-sedang-dikandung”. Itu emosi yang bahagia sekaligus gugup. Mungkin kedengerannya biasa ya buat sebagian orang. Tapi bagi saya itu adalah luar biasa. Ya, tanggung jawab besar, selain menjadi seorang istri tentunya. Perasaannya campur aduk ketika dr.Bintari bilang bahwa saya sudah hamil 6 minggu. Ada hening sejenak waktu itu, karna antara percaya gak percaya. Dominannya seneng ya pastinya, tapi kemudian muncul rasa deg-degan, khawatir nanti gak bisa jadi Ibu yang baiklah, khawatir ntar salah ngedidiklah, blablabla... menduga-duga yang belum ada. Sejalan dengan sederet keparnoan itu saya pun mengubah pola makan. Yang asalnya segala masuk [kecuali racun] sekarang lebih “bijak” milih makanan. Oya, untuk pertama kalinya [dalam hidup] saya makan sayur daun katuk ! kirain pait bener, ternyata kyk bayem.


Kedua, paralel dengan mabok yang menggila, secara psikis saya pun jadi introspeksi diri. Dan akhirnya mengubah pola pikir. Salah satunya adalah sudut pandang tentang orangtua. Berdasarkan pengalaman [yang pernah] menjadi anak selama 29 tahun, saya pernah jadi anak yang tidak baik sama orangtua, pernah bandel, sering ngelawan omongan orangtua, dst… lantas ? ya, saya memohon maaf [lagi dan lagi] kepada kedua orangtua saya tentunya [terlepas dari lebaran atau hari ibu ,dst] karna kelak saya akan menjadi Ibu dan orangtua seperti mereka. Memohon maaf atas segala kebodohan, kebandelan, kekurangajaran, dkk. Rasanya kalo diinget-inget lagi jadi malu sendiri dan gak percaya saya bisa ngelakuin hal bodoh itu hihihihi…


Ketiga, sejalan dengan itu semua, gak pernah saya bayangkan sebelumnya bahwa akan menjalani kehamilan seperti ini, yaitu mengalami banyak kepayahan dan cobaan berat. Salah satu dari sekian banyak kepayahan adalah perjalanan pulang-pergi ngantor. Sebagai pengguna transportasi massal yang paling berasa adalah ketika naik-turun tangga [yang mana saya harus melewati banyak tangga [[pernah iseng ngitung (well tepatnya gak-ada-kerjaan), anak tangga kalau pergi ke kantor ada 558 yang saya naiki, pulangnya skitar 525an yang saya turuni, dan coba bayangkan sodara-sodaraaa…saya menjalani itu setiap hari kerja selama 8 bulan saya hamil. Huhah !]] dan bencana alam [Banjir Jakarta awal tahun 2013 dan waktu itu saya sedang hamil muda] yang mana perjuangan banget melewati medan pulang-pergi ngantor. Ya rempong, ya capek, ya muak juga sama Jakarta dari macetnya, polusinya, orangnya yang someah someah [wae] [gak akan pernah lupa, kejadian waktu saya gak dikasih tempat duduk di bus traja padahal waktu itu saya sedang hamil 7 bulan, lagi pegel-pegelnya berdiri lama kan, orang sekitar cuek bebek, bahkan di Ruang Khusus Wanita lho..] gak jarang saya sering uring-uringan ke siapa lagi kalau bukan ke suami hehehe… Semakin besar kehamilan saya semakin besar pula biaya transportasinya. Ngerasain dari mulai naik ojek, bajaj, bbg, metromini, traja, aptb, sampai akhirnya taksi untuk mengurangi guncangan tentunya huhahahaha… rock n roll deh bayi ini sepertinya, yang saya yakini waktu itu bahwa “dia kuat!”


Well, terkait dari semua itu dan ada riwayat keguguran, saya dan suami berikhtiar salah satunya [lagi] dengan berkomitmen untuk tidak bepergian jauh selama 6 bulan. Menginjak usia kehamilan 6 bulan, saya baru berani mudik ke Bandung, hehehe. Waktu itu berbarengan dengan acara conference dari kantor. Dan Alhamdulillah, Allah SWT menguatkan dan melancarkan semuanya sampai akhir.


Comments