Ayatul Ahkam Belajar #5

 
         💫✨   ISTI'ADZAH   ✨💫
                     BAGIAN 4


BEBERAPA HUKUM SEPUTAR ISTI’ADZAH

🔸 Pertama: Apakah Isti’adzah merupakan ayat dari Al-Qur’an?

Imam Qurtubiy Rahimahullah berkata:
 “Ulama telah sepakat, bahwasannya ta’awudz bukan bagian dari Alqur’an , bukan ayat dari Alqur’an , dia adalah ucapan para qari :

أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Catatan:
Sebagian orang atau penceramah atau khatib telah melakukan kesalahan ketika ”Allah ta’ala berfirman ba’da (setelah) ,  

‎أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

ucapan ini salah karena Allah ta’ala berfirman:

‎أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Mengesankan bahwa isti’adzah merupakan firman Allah atau salah satu ayat darI Al-Qur’an padahal bukan.
( Lihat Al-Im’an Fii Tafsiri Ummil Qur’an, karya Na’im bin Ahmad khidir an-Najdi, Hal. 68.)


🔸 Kedua: Waktu membaca Isti’adzah

🍃 Kapan seseorang membaca Isti’adzah?
 Tentang masalah ini ulama berbeda pendapat.

• Pendapat Pertama:
 Isti’adzah dibaca sebelum membaca Al-Qur’an, dan ini pendapatnya dari jumhur ulama.

• Pendapat Kedua:
 Isti’adzah dibaca setelah membaca Al-Qur’an, pendapat ini dinisbatkan kepeda Abu Hurairah, Muhammad bin Sirrin, Hamzah, Abu Hatim as-Sijistaniy.
( Lihat Tafsir Al-Qur’anil Adzim. IV/711, Tahqiq Prof. Dr. Hikmah bin Basyir bin Yasin. )

Pendapat yang rajih (unggul) adalah pendapat yang pertama (jumhur ulama) bahwa isti’adzah dibaca sebelum membaca Al-Qur’an dengan dasar beberapa dalil, diantaranya Hadits Abu Sa’id Al-khudriy Radiyallahu anhu :

قال : كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَاقَامَ مِنَااللَّيلِ، وَ اسْتَقْتِحُ صَلَاتَهُ ، وَكَبَّرَ، قَالَ : سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ. تَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلهَ غَيْرُكَ ، ثُمَ يَقُولُ : لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ ، ثَلَاثًا ، ثُمَ يَقُوْلُ : أَعُوذُبِااللهِ السّمِيعِ العَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ.

Berkata: _Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika hendak shalat malam beliau membuka
shalatnya dan bertakbir, lalu mengucapkan:_

‎سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ. تَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلهَ غَيْرُكَ

lalu mengucapkan:

لَاإِلَهَ إِلَااللهُ
Sebanyak 3 kali , lalu mengucapkan :

‎أَعُوذُبِااللهِ السّمِيعِ العَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ

“Aku memohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, dari setan yang
terkutuk yaitu dari gangguannya, kesombongannya dan sya’irnya” (HR. Abu Dawud: 775)


🔸 Ketiga: Hukum isti’adzah sebelum membaca Al-Qur’an.

 Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini:

• Pendapat Pertama:
Jumhur ulama mengatakan sunnah tidak wajib.

• Pendapat Kedua:
 Wajib baik dalam shalat ataupun diluar shalat, ini pendapatnya Atha’ bin Abi
Rabah Rahimahullah.

• Pendapat Ketiga:
Apabila membaca Isti’adzah sekali dalam umurnya, maka mencukupi dalam menggugurkan kewajiban dalam membaca isti’adzah, ini pendapatnya Ibnu Sirin Rahimahullah.

• Pendapat Keempat:
Wajib bagi Nabi tidak bagi ummatnya, ini pendapat sebagian ulama.
(Lihat Tafsir Al-Qur’anil Adzim. I/711.)

Penulis kitab Shahih Fiqhissunnah yang ditulis oleh Abu Malik Kamal bin As-Syyid Salim merajihkan pendapat yang kedua, beliau berkata:

Al-Isti’adzah Qoblal Qira’ah.
Ia wajib menurut pendapat yang paling rajih (paling unggul) dengan dasar firman Allah ta’ala:

‎فَإِذَا قَرَأْتَ ٱلْقُرْءَانَ فَٱسْتَعِذْ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ

“Apabila kamu membaca Al Qur’an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang
terkutuk”.
(Surat An-Nahl: 98)

 

Pada ayat ini ada perintah untuk ber-isti’adzah ketika hendak qira’ah, hakekat dari perintah adalah wajib,(kata beliau) dan dikarenakan isti’adzah itu dapat mencegah keburukan setan.

وَمَالَايَتِمُّ الوَاجِبُ إِلَابِهِ فهم وَاجب.

Dan yang berpendapat akan wajibnya membaca isti’adzah dalam shalat adalah Atha, Ats-Tsauriy, Al-Auza’iy, Dawud, Ibnu hazm dan ini merupakan salah satu riwayat dari Ahmad...”
(Shahlih Fiqhis Sunnah: I/331-332.)

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albaniy Rahimahullah berkata:
“Beristi’adzah (meminta perlindungan) kepada Allah ta’ala (hukumnya) wajib, berdosa meninggalkannya, dan Sunnah terkadang mengucapkan:

‎أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ ، مِن همزِه ، ونَفْخِهِ ،ونَفْثِه

“Aku memohon perlindungan kepada Allah, dari setan yang terkutuk yaitu dari gangguannya, kesombongannya dan sya’irnya”

Terkadang dengan mengucapkan:

‎أَعُوذُبِااللهِ السّمِيعِ العَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ

“Aku memohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, dari setan yang
terkutuk yaitu dari gangguannya, kesombongannya dan sya’irnya”
(Talkhis Sifati Shalah, Hal. 18 , karya syaikh Albani )


🔸 Keempat: Apakah membaca isti’adzah pada setiap rakaat dalam shalat (sebelum membaca Al-Fatihah) atau pada setiap rakaat?

Kebanyakan ulama berkata: hukumnya sah membaca isti’adzah diawal raka’at saja, asy-Syafi’iy menyukai (menyunnnahkan) membaca isti’adzah pada setiap raka’at, dan Ibnu Sirin berpendapat wajib.
Saya (penulis kitab Shahih Fiqhussunnah) berkata: “Sisi (pendalilannya) bahwa ayat tersebut (Al-An’am: 98), menuntut mengulang isti’adzah ketika mengulang qira’ah, ketika terjadi Fashl (pemisahan) antara dua qira’ah dengan adanya gerakan rukuk, sujud dan yang lainnya maka disyari’atkan untuk ber-isti’adzah”. ( Shahih Fiqhus Sunnah: I/332.)


🔸 Kelima: Membaca Isti’adzah dengan bacaan sirr (pelan)

Hukum asal membaca Isti’adzah adalah sirr (tidak dangan suara keras), karena tidak ternukilkan (keterangan) dari Rasulullah ﷺ beliau menjaharkannya ( membacanya dengan keras) begitu juga Khulafa’ rasyidin (khalifah yang empat) tidak menukilkan dari mereka keterangannya untuk membaca dengan jahr, hanya saja terkadang imam menjaharkannya dalam rangka memberikan pengajaran kepada manusia, sebagaimana telah lalu dari Ibnu Abbas.
 (Shahih Fiqhus Sunnah: I/332.)

 
🔸 Keenam: Isti’adzah dibaca untuk membaca Al-Qur’an, bukan untuk shalat.

 Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah berkata:

والاستعاذةللقراءة،وليست للصلاة،إذالوكانت للصلاة الكانت تلى تكبيرةَالإكرام، أو قبلَ تكبيرة الإكرام وقد قال الله عزوجل : فَإِذَا قَرَأْتَ ٱلْقُرْءَانَ فَٱسْتَعِذْ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيْطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ .النحل : ٩٨ . فَأَمَرَالله بالاستِعَاذةِمِن الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم عند تلاوةالقرآن.


“... Isti’adzah itu dibaca untuk Qiraah (Al-Qur’an) bukan untuk shalat, jika ia untuk shalat niscaya dibaca langsung setelah takbiratul ihram, atau sebelum takbiratul ihram, Allah Azza wa jalla berfirman: ‘Maka Apabila engkau hendak membaca Al-Qur’an, mohonlah perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang ter kutuk."
(QS. An-Nahl: 98)

 Allah memerintahkan untuk meminta perlindungan (isti’adzah) dari godaan setang yang terkutuk ketika (hendak) membaca Al-Qur’an.
( Asy-Syahrul Mumti’. Karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah. III/53. )


🔸 Ketujuh: Jenis tilawah yang disyari’atkan ber-isti’adzah padanya

Tidak diragukan lagi bahwa membaca Isti’adzah sebelum membaca Al-Qur’an merupakan pengamalan dari perintah Allah ta’ala, baik didalam shalat sebelum membaca Al-Fatihah atau diluar shalat, tetapi hendaknya kita tahu bahwa tilawah itu ada yang bentuknya tilawah biasa dan ada yang bentuknya Isytisyhad (membaca Al-Qur’an untuk berdalil, seperti dalam khutbah atau ceramah), membaca Al-Qur’an untuk Isytisyhad tidak dianjurkan untuk isti’adzah.

Syaikh al-Albaniy Rahimahullah berkata:
“Isti’adzah itu dibaca sebelum tilawah, adapun membaca isti’adzah ketika Isytisyhad (pendalilan) dengan ayat (Al-Qur’an) hal ini merupakan bid’ah.

Dalilnya adalah khutbatul hajah, beberapa ayat yang dibaca pada khutbatul hajah tanpa menyebutkan isti’adzah, juga (dalil-dalil) yang lainnya dari hadits-hadits.
(Lihat Al-Im’an Fii Tafsiri Ummil Qur’an, karya Na’im bin Ahmad khidir an-Najdi, Hal. 68.)

Selesai, semoga bermanfaat.

Comments